Mas Pa-eng

Aku Lali Nek Durung Mati. || Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Mung kadang-kadang ngedumel sithik.

Gambar Pekan Ini

Gambar Pekan Ini
Gambar berdasarkan mood yang muncul.

Subscribe and Follow

Instagram

recent posts

Ads

Contact Form

Flickr Images

Pendapatmu tentang blog ini?

Top Style

[4] [Tali Rasa] [one] [Tali Rasa]

Popular Posts

Top Slide

[5] [true] [slider-top-big] [Slider Top]

Pohon

| No comment
Kau duduklah sebentar di sampingku. Ingin kuceritai tentang pohon beringin di komplek tempat tinggalku. Kau pernah menginap di rumahku dan pernah kutunjukan pohon beringin yang kumaksud itu. Ya, jadi ini memang tentang pohon beringin itu, jangan dikonotasikan kemana-mana. Apalagi kau kait-kaitkan dengan partai.

Begini, dulu kau pernah bilang pohon ini rindang dan lebat. Akar-akarnya memegangi air supaya tidak lari kemana-mana. Mata air buatan di dekatnya memberi berkah bagi orang-orang di sekitarnya. Banyak orang berdatangan untuk menumpang mandi, bahkan ngangsu karena sumur di rumahnya kering kerontang.

Kawan, pohon itu telah tumbang. Ceritanya ditebang pemiliknya. Isu yang saya dengar airnya tidak sehat. Karena sudah tua tidak lagi mampu menyerap dan menyaring air dengan baik. Entah teori dari mana itu. Jadi –menurut si pemilik pohon- lebih baik pohonnya ditebang saja, kayunya dikirim ke panglong dijadikan pasak, usuk, dan tiang. Lalu cerita setelahnya pun sama serunya.

Rupanya, ketika pohon beringin itu masih berdiri kokoh, banyak kampret yang makan buah-buahan di sana. Buah-buahan yang dicuri dari pepohonan jauh di komplek sana. Biji-biji yang berjatuhan rupanya sudah mengakar dan menunggu sinar matahari untuk tumbuh. Mereka butuh sejumput nutrisi saja. dan hanya dalam hitungan detik, lihat hitungan detik, biji-biji itu tumbuh subur.

Saya tidak sedang bermimpi. Memang seharusnya pepohonan dan tetumbuhan tumbuh wajar saja. Tidak perlu terburu atau diburu karena buah atau batangnya pasti kurang bermutu. Kalau toh akhirnya membuahkan hasil dengan mutu tinggi, tapi itu hanya sementara. Seperti imitasi. Nah, pepohonan itu mirip-mirip seperti itu. Akarnya belum cukup kuat berpegangan tanah, apalagi memegangi air, tapi batangnya sudah tidak sabar meninggi.

Kawan, yang saya khawatirkan bukan lagi masalah airnya yang dipegangnya kelak tidak sehat, tapi pohon itu sendiri yang saya khawatirkan. Bagaimana bisa akar sekecil itu akan menopang batang yang besar? Kenapa tidak sadar diri saja supaya ia menjelma menjadi semangka atau melon. Biarpun batangnya kecil merambat tapi buahnya besar dan menyegarkan.

Sebenarnya ini hanya kekhawatiran saya saja. Kenyataannya sampai sekarang masih baik-baik saja. Dan nanti, suatu hari nanti, kalau kau menginap lagi kau akat terkesima. Tentu terkesima oleh pohon-pohon kecil yang berserakan di sana sini, dan juga oleh pandangan yang tidak terteduhkan lagi.

Saya jadi teringat tentang perjalanan negeri ini. Setelah penguasa tunggal itu tumbang, penguasa-penguasa kecil tumbuh di mana-mana. Mereka juga tidak sabar untuk menjadi tinggi menjulang padahal akarnya tidak kuat sama sekali. Akibatnya tumbang di tengah jalan dan segera terlupakan.

Ada yang benar-benar bijak, hanya karena geram ia ikut-ikutan terjun ke pentas politik dan akibatnya jatuh kekubangan lumpur. Yang pura-pura bijak lebih parah lagi, setelah terjatuh ke dalam kubangan lumpur yang sama, orang-orang lebih simpatik pada yang benar-benar bijak, ia tenggelam tak berbekas lagi.

Ah, itu kan perpolitikan, sedangkan beringin itu tidak mewakili metafor apapun. Pohon-pohon kecil itu juga demikian. Tolong kau amini ya kawan. Semoga yang kecil-kecil ini mampu mensabarkan hati, ngencang hasrat, dan tidak tergiur iming-iming. Sehingga batang dan akarnya seimbang. []



.