sudah hampir subuh
masih saja ia berdiri telanjang di tepi taman
senjatanya hanya harapan dan angan
dan sekuntum kembang di punggung badan
ia menunggu kekasih pujaan
katanya dalam sepi ia akan datang
ia hanya meminta di sambut dengan kembang
dan subuh datang
dan hatinya pun remuk redam
karena sepi sudah tiada
karena bunyi mesin sudah menggema di udara
lelaki telanjang itu pun pulang
di rumah senyumnya pecah
kekasihnya sudah menunggu di ranjang dengan bibir merekah
di subuh yang mengusir petang
lelaki itu melaksanakan perang
di letakannya titik di ujung kalimatnya yang pajang
setelah itu ia lunglai capek bukan kepalang
“Dahsyat, sulit bener ngalahin kamu.” ucap si lelaki
“Bangsat, kamu kira kita sedang perang.” ucap si puisi
masih saja ia berdiri telanjang di tepi taman
senjatanya hanya harapan dan angan
dan sekuntum kembang di punggung badan
ia menunggu kekasih pujaan
katanya dalam sepi ia akan datang
ia hanya meminta di sambut dengan kembang
dan subuh datang
dan hatinya pun remuk redam
karena sepi sudah tiada
karena bunyi mesin sudah menggema di udara
lelaki telanjang itu pun pulang
di rumah senyumnya pecah
kekasihnya sudah menunggu di ranjang dengan bibir merekah
di subuh yang mengusir petang
lelaki itu melaksanakan perang
di letakannya titik di ujung kalimatnya yang pajang
setelah itu ia lunglai capek bukan kepalang
“Dahsyat, sulit bener ngalahin kamu.” ucap si lelaki
“Bangsat, kamu kira kita sedang perang.” ucap si puisi
Post a Comment