![]() |
Kelasku adalah duniaku |
Setiap awal tahun pelajaran, manajemen sekolah mungkin masih bisa tidur nyenyak karena pembagian jam mengajar didesposisikan kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Maka, wakil kepala sekolah dan gurulah yang susah tidur. Apa gerangan yang menghambat mata terpejam?
Saya mulai dari hitung-hitungan tentang rasionalisasi jumlah guru. Jumlah siswa dan kelas menjadi rasionalisasi jumlah guru yang seharusnya direkrut oleh sekolah. Hal ini sering menimbulkan masalah, kenyataan yang tak sesuai dengan harapan. Seperti ini contohnya: kelas VI ada empat rombongan belajar dan begitu pula dengan kelas VIII dan IX. Untuk mata pelajaran IPA memiliki 4 jam, jadi untuk kelas VII terdapat 16 jam. Begitu pula dengan kelas VIII dan IX. Dengan ketersediaan waktu jam mengajar demikian, maka guru yang dibutuhkan adalah 2 guru saja. Tetapi pada kenyataannya sekolah memiliki tiga guru IPA sehingga dibutuhkan tambahan jam untuk memenuhi minimal jam mengajar. Salah satu guru IPA yang tidak memenuhi minimal jumlah jam harus mencari di instansi sekolah lain.
Kalau rekayasa kejadian di atas hanya terjadi di satu sekolah mungkin tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi ini sudah menjadi masalah jamak. Di sekolah tempat ayah saya mengajar pernah didatangi seorang guru dari kecamatan sebelah. Jarak rumah dan sekolah mungkin mencapai 27 kilo meter. Maksud kedatangannya adalah untuk mengajar di sekolah tersebut supaya memenuhi jam sertifikasi. Lalu datang orang-orang berikutnya dengan maksud yang sama.
Begitulah, sehingga terjadi saling silang jam mengajar antar instansi hanya untuk mendapatkan jam mengajar. Kalau guru yang bersangkutan tinggal di perkotaan, jarak satu sekolah induk dan sekolah non-induk tidaklah jauh, mungkin guru masih memiliki energi untuk mendidik, mengajar, membimbing siswa-siswinya dengan energi positif, bukan sisa-sisa. Tapi bagaimana dengan sekolah-sekolah yang ada di luar kota.
Maka ikhlaskanlah untuk tidak mengikuti sertifikasi guru. Bukan karena tidak mau diaudit keprofesionalannya, tetapi untuk menghindari kekaprahan yang telah jamak terjadi di instansi pendidikan ini.
Sesekali dalam momen mengajar, bawalah kamera atau telepon genggam untuk merekam atau menfoto kegiatan anak-anak. Cetaklah ke dalam ukuran yang wajar, postcard misalnya. Ketika lelah lihatlah wajah mereka. Mungkin akan ada energi yang bisa diserap. Bagaimanapun juga, kelak mereka yang akan membawa anak-anak biologis kita.
Post a Comment