Ali dikuliahi koran. Ditemani matahari yang seharian menerangi manusia di bumi
di atas kepalanya, ada lampu 25 watt menyala yang sebentar lagi ditemani jingga
namun tiba-tiba redup menjadi 10 watt; matahari menarik-narik juntaian jubahnya dicakrawala
terus redup menjadi 5 watt; matahari lelah lalu bintang menyelamatkannya
kemudian pet.
Mati kedua-duanya.
Sisa-sisa mentari menggeliat
Ali mendiam layaknya tanah liat
tak didapati penerang kecuali bintang yang jauh bukan kepalang.
Di dalam rumah Ali mengumpat
matanya yang gelap ditelan malam yang gelap
rumah yang tenang kini jadi gamang.
Pintu dan jendela menganga lebih lebar dari matanya
mengharap ada seluet cahaya bintang atau bulang masuk lewat teras
Syukurlah ayah yang membawa obor lewat melintas
Ali meringkik memohonnya mampir sekilas.
"Boleh pinjam obornya?"
"Enak saja. Saya mau pulang."
"Saya mau menyalakan lilin."
"Lilin koq diandalkan. Sini tanganmu saja! Biar terang jalanmu."
Blitar, 27 Maret 2009
di atas kepalanya, ada lampu 25 watt menyala yang sebentar lagi ditemani jingga
namun tiba-tiba redup menjadi 10 watt; matahari menarik-narik juntaian jubahnya dicakrawala
terus redup menjadi 5 watt; matahari lelah lalu bintang menyelamatkannya
kemudian pet.
Mati kedua-duanya.
Sisa-sisa mentari menggeliat
Ali mendiam layaknya tanah liat
tak didapati penerang kecuali bintang yang jauh bukan kepalang.
Di dalam rumah Ali mengumpat
matanya yang gelap ditelan malam yang gelap
rumah yang tenang kini jadi gamang.
Pintu dan jendela menganga lebih lebar dari matanya
mengharap ada seluet cahaya bintang atau bulang masuk lewat teras
Syukurlah ayah yang membawa obor lewat melintas
Ali meringkik memohonnya mampir sekilas.
"Boleh pinjam obornya?"
"Enak saja. Saya mau pulang."
"Saya mau menyalakan lilin."
"Lilin koq diandalkan. Sini tanganmu saja! Biar terang jalanmu."
Blitar, 27 Maret 2009
Post a Comment