Cambuk ayah yang sudah dipanaskan api menggeliat laiknya petir di atas punggungku
jeritanku tak digubris
penjelasanku tak didengar
padahal aku capek baru pulang
mulutnya mengungkit-ungkit nasehat yang dulu pernah disampaikan sebelum aku pergi melanglang
Ini aku sudah pulang
tapi kau marah bukan kepalang
di luar sana keadaan jauh berbeda
tidak seperti kala aku di surga
tak ku sangka taman yang kau buat itu juga dipenuhi dengan setan dan gandaruwa
Ayah pernah menelpon, juga pernah sms
kalau sempat ya saya perhatikan
kalau penat yang saya singkirkan
meskipun ujung-ujungnya saya nelpon, juga sms
supaya jangan marah
yang tadi itu karena saya lagi khilaf
Bertemu ayah di taman ini ia tak pernah berang
justru tampak penuh kasih dan sayang
tapi ketika pulang dia marah bukan kepalang
tidak mungkin saya benci karena ia ayahku sendiri
saya ingin sekali kembali
tapi pintu tak akan dibuka lagi
Cambuk ayah yang sudah dipanaskan api
menggeliat laiknya petir ke punggungku untuk yang kedua kali
jeritanku tak digubris
penjelasanku tak didengar
padahal aku capek baru pulang
mulutnya mengungkit-ungkit nasehat yang dulu pernah disampaikan sebelum aku pergi melanglang
Ini aku sudah pulang
tapi kau marah bukan kepalang
di luar sana keadaan jauh berbeda
tidak seperti kala aku di surga
tak ku sangka taman yang kau buat itu juga dipenuhi dengan setan dan gandaruwa
Ayah pernah menelpon, juga pernah sms
kalau sempat ya saya perhatikan
kalau penat yang saya singkirkan
meskipun ujung-ujungnya saya nelpon, juga sms
supaya jangan marah
yang tadi itu karena saya lagi khilaf
Bertemu ayah di taman ini ia tak pernah berang
justru tampak penuh kasih dan sayang
tapi ketika pulang dia marah bukan kepalang
tidak mungkin saya benci karena ia ayahku sendiri
saya ingin sekali kembali
tapi pintu tak akan dibuka lagi
Cambuk ayah yang sudah dipanaskan api
menggeliat laiknya petir ke punggungku untuk yang kedua kali
Garum, 7 April 2009
meski tak mengerti tapi kumenikmati..
(penikmat puisi)
Post a Comment